Minggu, 19 April 2009

Riset

A. Pengertian Riset dan Pengetahuan Ilmiah

Pengertian Riset adalah : Setiap proses yang menghasilkan ilmu pengetahuan.

Pengertian Riset menurut beberap pendapat :

Menurut Clifford Woody riset adalah suatu pencarian yang dilaksanakan dengan teliti untuk memperoleh kenyataan-kenyataan atau fakta atau hukum-hukum baru. Di dalamnya terdapat usaha dan perencanaan yang sungguh-sungguh yang relatif makan waktu yang cukup lama.

Sedangkan Whiteney (1950) mengatakan, bahwa di dalam riset terkandung suatu attidute yang gandrung dan cinta akan adanya perubahan-perubahan.

Selanjutnya lebih tegas dikemukakan oleh Berkner (1985), bahwa riset adalah usaha secara ilmiah untuk mendapatkan dan memperluas ilmu yang telah dimiliki.

Folson, dalam ahun yang sama, mengemukakan, bahwa riset adalah kegiatan ilmiah untuk menemukan sesuatu yang baru sama sekali.

Trullinger (1951) mengemukakan bahwa riset adalah kegiatan ilmiah untuk mendapatkan atau menembus batas-batas ilmu yang telah ada.

True (1907) mengatakan bahwa riset itu adalah usaha-usaha ilmiah untuk mencari jawaban-jawaban masalah tertentu.

F. Rumawas (1973-1974) mengatakan bahwa penelitian itu adalah suatu usaha manusia untuk mengisi kekosongan illmu pengetahuan,

National Science Foundation (1956) memberikan pengertian bahwa riset itu adalah usaha pencarian secara sistematik dan mendalam untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang lebih luas dan lebih sempurna tentang subyek yang sedang dipelajari. Uraian yang lebih jelas kiranya dapat diperoleh dari uraian

Sutrisno Hadi (1978) sebagai berikut: riset berarti usaha menemukan, mengembangkan dan menguji suatu pengetahuan secara ilmiah.

Maksud dan tujuan riset :

- Untuk memperoleh data yang akurat, konsisten dan dapat dipercaya, yang penting bagi bahan perencanaan pembangunan negara dan bangsa.

- Mencari jalan pemecahan masalah atau masalah-masalah yang sedang dan yang akan dihadapi, seperti misalnya bagi indonesia masalah eksplosi penduduk (umpama transmigrasi), peningkatan penghasilan per kapita dan lain-lainnya.

- Untuk meningkatkan kohesi nasional. Penyelenggaraan pertemuan atau rapat kerja ilmiah antara ahli-ahli di indonesia, dapat menumbuhkan serta mengembangkan dan membina kohesi Nasional. Di dalamnya akan tumbuh satu bangsa, satu bahasa dan satu negara.

- Meningkatkan dan membina kerukunan bangsa-bangsa dunia.

- Mencari dan menemukan ilmu pengetahuan baru atau meluaskan horison ilmu yang telah dimiliki sekarang.

Jenis-Jenis Riset

Berdasarkan beberapa pertimbangan para ahli, riset digolongkan atas beberapa jenis seperti :

a. Riset dasar (basic research),
b. Riset terapan (applied research),
c. Riset perkembangan (development research) dan
d. Riset adaptasi (adapted reseearch)

Riset Dasar :

Jenis riset ini adalah merupakan suatu penelitian yang penemuannya tidak atau belum dikaitkan dengan latar belakang kegiatannya secara praktis.

Riset ini bertujuan mencari dan menemukaan hukum-hukum baru yang bersifat umum dan mengusahakna untuk memperluas dan memperjelas pengertian tentang fenomena yang sedang diteliti. (Rome, 1961).

Misalnya ilmu tentang atom-atom dan listrik dahulunya merupakan hasil riset dasar. Namun sekarang ilmu itu telah merupakan mukzizat bagi semua manusia di atas bumi.

Riset Terapan :

1. Sebaliknya riset terapan bermaksud menemukan hukum-hukm yang relatif secara cepat dapat dipergunakan untuk memecahkan satu atau beberapa masalah yang dihadapi oleh manusia.
.
2. Riset-riset dalam disiplin pertanian, teknik biasanya termasuk dalam jenis riset terapan. Penelitian tentang jenis-jenis padi yang cocok pada suatu daerah, penelitian yang memperoleh jenis padi tahan wereng, penelitian dengan memperoleh jenis rumput yang tahan kekeringan tapi berproduksi tinggi, riset menemukan campuran pasir dan semen untuk memperoleh jenis beton yang kokoh, penelitian dengan maksud menemukan level pupuk yang maksimum dan lain-lainnya adalah contoh-contoh riset terapan.
.
3. Penelitian membuat bayi tabung pun adalah suatu hasil dari penelitian terapan.

Riset Pengembangan :

1. Riset ini bertugas mencek kembali hasil penelitian terapan yang telah diperoleh di suatu daerah atau negara, apakah cocok ataukah tidakAtau apakah harus diadakan variasi guna menyesuaikan dengan kondisi yang baru.
.
2. Bentuk riset ini biasanya merupakan pilot proyek. Bahan penelitian dibuat kecil saja, hingga benar-benar kondisi-kondisi intern dan ekstern dapat dikuasai, atau diselidiki pengaruhnya.
.
3. Suatu contoh, misalnya ialah percobaan adaptasi jenis-jenis padi PB yang telah diketemukan di Los Banhyos, Philipina, di beberapa daerah di Indonesia. Mula-mulanya dicobakan di daerah Bogor, kemudian barulah disebarkan kedaerah-daerah.

Riset Adaptasi :

1. Riset adaptasi tampaknya hampir sama dengan riset pengembangan. Tetapi riset adaptasi melulu diadakan untuk mengadakan penyelesaian baru pada tempat baru bagi setiap hasil yang telah ketemukan di daerah lainnya.
.
2. Misalnya percobaan-percobaan varietas unggul seperti PB, Pelita I/1 dan Pelita I/2, PB26 dan terakhir PB26 dibeberapa daerah di Indonesia. Biasanya ilmu-ilmu pertanian sosial ekonomilah yang perlu diperiksa penterapannya di daerah baru, apakah sesuai apakah tidak?
.
3. Di dalam bidang industri, terdapat riset terapan dan pengembangan (applied research and development), riset dasar terarah (directed basic research) dan riset dasar tak-terarah (undirected basic research).
.
4. Riset terapan dan pengembangan secara langsung dilakukan untuk memajukan perusahaan atau industri yang besangkutan. Misalnya riset untuk menemukan jenis mesin yang paling mutakhir, kuat dan hemat, dan sebagainya, penelitian untuk memperoleh mesin pencetak yang bersifat ganda, dan sebagainya.
.
5. Penelitian dasar terarah dimaksudkan untuk meneliti hukum-hukum dasar, yang kemudian hari dapat dipakai untuk memajukan perusahaannya.
.
6. Riset dasar tak-terarah dimaksudkan untuk meneliti masalah yang skupnya luas dan tanpa diarahkan untuk memcahkaan suatu masalah yang dihadapi oleh perusahaan atau industri.
.
Perusahaan dan industri tidak mengharapkan keuntungan dengan cepat, yang dikemudian hari mungkin hasil riset ini digunakannya di dalam memajukan industrinya.

Dari pengertian riset diatas dapat diambil kesimpulan bahwa :

Pengetahuan disebut ilmiah jika dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

- Bersifat obyektif
- Bersifat luas
- Bersifat dalam
- Bersifat dalam
- Dapat diabstrasikan
- Dapat dikonkretisasi
- Berupa sistem
- Berkembang
- Memiliki disiplin dan metodis instrumentalis

B. Kriteria Riset Ilmiah

Menurut Nazir (1988) metode ilmiah harus mempunyai kriteria sbb :

- Berdasarkan pada fakta
- Bebas dari prasangka
- Menggunakan analisis
- Menggunakan hipotesis
- Menggunakan ukuran yang objektif
- Menggunakan teknik kuantifikasi

Fakta jika dalam bentuk peristiwa harus memiliki unsur :

- Adanya subjek yang menimbulkan peristiwa
- Adanya peristiwa
- Adanya waktu dan tempat kejadian
- Adanya objek yang diakibatkan oleh subjek yang menimbulkan peristiwa
- Adanya latar muka kejadian
- Adanya sebab-sebab kejadian
- Adanya motif kejadian

C. Langkah-langkah Riset

- Mendefinisikan dan merumuskan masalah
- Melakukan studi kepustakaan
- Memformulasikan Hipotesis
- Menentukan model
- Mengumpulkan data
- Mengolah dan menyajikan informasi
- Menganalisis dan menginterpretasi
- Membuat generalisasi (kesimpulan) dan rekomendasi (saran)
- Membuat laporan

II. ETIKA DALAM RISET

Bagaimana hendaknya etika bagi peneliti/penilai suatu hasil riset terhadap responden, asisten dan klien.

- Etika peneliti pada responden

Dalam melakukan pengumpulan data, lindungi hak-hak responden, misalnya responden tidak akan merasa dirugikan, baik secara fisik maupun mental

- Etika Peneliti pada Klien

Klien berhak untuk mendapatkan hasil studi yang berkualitas.

- Etika peneliti pada asisten

Peneliti harus menuntut perilaku etis asisten. Perilaku asisten perilaku asisten dibawah pengawasan langsung peneliti sehingga jika asisten berbuat curang yang bertanggungjawab adalah peneliti.

- Etika Klien

Hendaknya klien tidak memaksakan peneliti untuk mengubah data.


III. Metode dan Desain Riset

A. Pemakaian Metode dan Desain riset

Beberapa literatur menyebutkan bahwa metode dan desain ini dianggap sama, tapi penulis mengikuti pendapat yang membedakan antara metode dengan desain, karena desain merupakan bagian dari keseluruhan metode riset.


B. Macam Metode Riset

1. Metode sejarah
Kecenderungan metode ini bertumpu pada kegiatan mengevaluasi suatu objek seperti peristiwa atau tokoh masa lampau.

2. Metode deskripitif
Menurut Traves (1978) metode ini bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat riset dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu.

Menurut Consuelo (1988) metode deskriptif terdiri dari beberapa macam yaitu:

a. Studi kasus

Penelitian yang rinci mengenai suatu objek tertentu selama kurun waktu tertentu dengan cukup mendalam dan menyeluruh termasuk lingkungan dan kondisi masa lalunya.

b. Survei

Digunakan untuk mengukur gejala-gejala yang ada tanpa menyelidiki kenapa gejala-gejala tersebut ada.

c. Riset Pengembangan

Penelitian ini berguna untuk memperoleh informasi tentang perkembangan suatu objek dalam waktu tertentu.

d. Riset lanjutan (follow up)

Riset ini dilakukan setelah bila peneliti hendak mengetahui perkembangan lanjutan dari setelah diberikan perlakuan tertentu atau setelah kondisi tertentu.

e. Riset Dokumen (content analysis)

Penelitian dengan pengujian arsip dan dokumen.

f. Riset Kecenderungan (Trend Analysis)

Suatu penelitian yang bertujuan melihat kondisi yang akan datang dengan melakukan proyeksi atau ramalan.

g. Riset Korelasi

Penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi.


3. Metode Eksperimen

Metode eksperimen merupakan langkah-langkah lengkap yang diambil sebelum eksperimen dilakukan agar data yang semestinya diperlukan dapat diperoleh. Variabel bebas dijadikan sebagai variabel eksperimen. Ary (1994) mengatakan bahwa konsep eksperimen dibagi dalam 3 kelompok yaitu :

a. variabel bebas adalah variabel yang dimanipulasi
b. semua variabel kecuali variabel terikat adalah konstan
c. pengaruh pemanipulasian variabel bebas atas variabel terikat dapat diamati atau diukur.

4. Metode Kausal-Komparatif (ex-post Facto)

Menurut Gay (1976) penelitian ini berjalan dengan cara menentukan akibat menemukan sebab.

5. Metode Partisipatory

Metode partisipatory memiliki beberapa prinsip yang harus dipenuhi, antara lain ia memiliki implikasi ideologi, memberikan manfaat langsung kepada masyarakat, melibatkan semua partisipan yang terlibat dalam riset dimana mereka sadar.

C. Macam desain riset

1. Desain dalam merencanakan Penelitian

2. Desain dalam melaksanakan penelitian :

a. desain sampel
b. desain instrumen
c. desain analisis
d. desain administrasi

D. Desain untuk riset kuantitatif dan kualitatif

Penelitian kualitatif umumnya sulit diberi pembenaran secara matematik, ia lebih kepada penyampaian perasaan atau wawasan yang datanya diambil berdasarkan sampel. Penelitian kuantitatif lebih berdasarkan kepada data yang dapat dihitung untuk menghasilkan penaksiran kuantitatif yang kokoh.
.
kelompok 3
1. Anang Agus Siswandy
2. Zainal Abidin
3. Moch. Rizki Fadillah

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA
Oleh
OFRI JOHAN, M.Si.*
Survei kondisi terumbu karang dapat dilakukan dengan berbagai metode tergantung pada tujuan survei, waktu yang tersedia, tingkat keahlian peneliti, dan ketersediaan sarana dan prasarana. Agar hasil survei dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah maka perlu diperhatikan cara pemilihan keterwakilan lokasi, panjang transek (sampling) yang diambil dan banyaknya ulangan yang diperlukan.
Meskipun telah banyak metode survei pada saat ini, namun masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga dapat dikatakan belum ada suatu metode yang memuaskan. Ada beberapa alasan yang menyebabkan sulitnya menggambarkan suatu kondisi terumbu karang dengan metode survei yang ada saat ini (Suharsono, 1994), antara lain:

1. Terumbu karang yang tumbuh di tempat geografis yang berbeda mempunyai tipe yang berbeda.
2. Ukuran individu atau koloni sangat bervariasi dari beberapa centimeter hingga beberapa meter.
3. Satu koloni karang dapat terdiri beberapa individu sampai jutaan individu.
4. Bentuk pertumbuhan sangat bervariasi seperti bercabang, masif, merayap, seperti daun, dan sebagainya.
5. Tata nama jenis karang masih relatif belum stabil dan adanya perbedaan jenis yang hidup pada lokasi geografis yang berbeda, serta adanya variasi morfologi dari jenis yang sama yang hidup pada kedalaman yang berbeda maupun tempat yang berbeda.
Penggunaan metode survei dalam menggambarkan kondisi terumbu karang biasanya disajikan dalam bentuk struktur komunitas yang terdiri dari data: persentase tutupan karang hidup, persentase tutupan karang mati, jumlah marga, jumlah jenis, jumlah koloni, ukuran koloni, kelimpahan, frekuensi kehadiran, bentuk pertumbuhan, indeks keanekaragaman jenis (Suharsono, 1994).
Beberapa metode yang umum digunakan oleh peneliti dalam menggambarkan kondisi terumbu karang adalah:
* Disampaikan pada acara Training Course: Karakteristik Biologi Karang, tanggal 7-12 Juli 2003, yang diselenggarakan oleh PSK-UI dan Yayasan TERANGI, dan didukung oleh IOI-Indonesia.
1. Metode Transek Garis
2. Metode Transek Kuadrat
3. Metode Manta Tow
4. Metode Transek Sabuk (Belt transect)

Berikut akan kita coba menjelaskan secara ringkas masing-masing metode tersebut:
1. Metode Transek garis
Transek garis digunakan untuk menggambarkan struktur komunitas karang dengan melihat tutupan karang hidup, karang mati, bentuk substrat (pasir, lumpur), alga dan keberadaan biota lain. Spesifikasi karang yang diharapkan dicatat adalah berupa bentuk tumbuh karang (life form) dan dibolehkan bagi peneliti yang telah memiliki keahlian untuk mencatat karang hingga tingkat genus atau spesies.
Pemilihan lokasi survei harus memenuhi persyaratan keterwakilan komunitas karang di suatu pulau. Biasanya penentuan ini dilakukan setelah dilakukan pemantauan dengan metode Manta Tow.
Peralatan yang dibutuhkan dalam survei ini adalah rol meter, peralatan scuba, alat tulis bawah air, tas nilon, palu dan pahat untuk mengambil sampel karang yang belum bisa diidentifikasi, dan kapal.
Garis transek dimulai dari kedalaman dimana masih ditemukan terumbu karang batu (± 25 m) sampai di daerah pantai mengikuti pola kedalaman garis kontur. Umumnya dilakukan pada tiga kedalaman yaitu 3 m, 5 m dan 10 m, tergantung keberadaan karang pada lokasi di masing-masing kedalaman. Panjang transek digunakan 30 m atau 50 m yang penempatannya sejajar dengan garis pantai pulau.
Pengukuran dilakukan dengan tingkat ketelitian mendekati centimeter. Dalam penelitian ini satu koloni dianggap satu individu. Jika satu koloni dari jenis yang sama dipisahkan oleh satu atau beberapa bagian yang mati maka tiap bagian yang hidup dianggap sebagai satu individu tersendiri. Jika dua koloni atau lebih tumbuh di atas koloni yang lain, maka masing-masing koloni tetap dihitung sebagai koloni yang terpisah. Panjang tumpang tindih koloni dicatat yang nantinya akan digunakan untuk menganalisa kelimpahan jenis. Kondisi dasar dan kehadiran
2
karang lunak, karang mati lepas atau masif dan biota lain yang
ditemukan di lokasi juga dicatat.

Kelebihan
1.Akurasi data dapat diperoleh dengan baik
2.Data yang diperoleh juga jauh lebih baik dan lebih banyak
3.Penyahian struktur komunitas seperti persentase tutupan karang hidup/karang mati, kekayaan jenis, dominasi, frekuensi kehadiran, ukuran koloni dan keanekaragaman jenis dapat disajikan secara lebih menyeluruh
4.Struktur komunitas biota yang berasosiasi dengan terumbu karang juga dapat disajikan dengan baik

Kekurangan
1.Membutuhkan tenaga peneliti yang banyak
2.Survei membutuhkan waktu yang lama
3.Dituntut keahlian peneliti dalam identifikasi karang, minimal life form dan sebaliknya genus atau spesies
4.Peneliti dituntut sebagai penyelam yang baik
5.Biaya yang dibutuhkan juga relatif lebih besar


Gambar 1. Cara pencatatan data koloni karang pada metode transek garis (English et al, 1994).
3
Metode lain yang mengacu pada Prinsip transek garis ini yaitu point transect, salah satu contoh aplikasinya sering gunakan pada program Reef Check. Pengamatan dilakukan pada setiap 0.5 meter terhadap karang keras, karang lunak, karang mati, alga dan biota lain.
2. Metode Transek Kuadrat
Metoda transek kuadrat digunakan untuk memantau komunitas makrobentos di suatu perairan. Pada survei karang, pengamatan biasanya meliputi kondisi biologi, pertumbuhan, tingkat kematian dan rekruitmen karang di suatu lokasi yang ditandai secara permanen. Survei biasanya dimonitoring secara rutin. Pengamatan didukung dengan pengambilan underwater photo sesuai dengan ukuran kuadrat yang ditetapkan sebelumnya. Pengamatan laju sedimentasi juga sangat diperlukan untuk mendukung data tentang laju pertumbuhan dan tingkat kematian karang yang diamati.

Peralatan yang dibutuhkan adalah kapal kecil, peralatan scuba, tanda kuadrat 1 m x 1 m dan sudah dibagi setiap 10 cm, kaliper, GPS dan underwater camera.
Data yang diperoleh dengan metoda ini adalah persentase tutupan relatif, jumlah koloni, frekuensi relatif dan keanekaragaman jenis.
Kelebihan
1.Data yang diperoleh lengkap dengan mengambar posisi biota yang ditemukan pada kuadrat, dengan bantuan underwater photo
2. Sumber informasi yang bagus dalam pemantauan laju pertumbuhan, tingkat kematian, laju rekruitmen

Kekurangan
1.Proses kerjanya lambat dan membutuhkan waktu lebih lama.
2. Peralatan yang digunakan tidak praktis dan susah bekerja pada lokasi yang berarus
3. Metode ini cocok hanya pada luasan perairan yang kecil
4.Sedimen trap tidak bisa ditinggal dalam waktu lama dan tidak efektif pada daerah yang berarus

3. METODA MANTA TOW
Penelitian menggunakan metoda manta tow bertujuan untuk mengamati perubahan secara menyeluruh pada komunitas bentik yang ada pada terumbu karang, termasuk kondisi terumbu karang tersebut. Metode ini sangat cocok untuk memantau daerah terumbu karang yang luas dalam waktu yang pendek, biasanya untuk melihat kerusakan akibat adanya badai topan, bleaching, daerah bekas bom dan hewan Acanthaster plancii (Bulu seribu). Teknik ini juga sering digunakan untuk mendapatkan daerah yang mewakili untuk di survei lebih lanjut dan lebih teliti dengan metoda transek garis.

Pelaksanaan di lapangan, metode manta tow ini dengan cara menarik peneliti dengan menggunakan perahu selama dua menit dengan kecepatan tetap 3-5 km/jam atau seperti orang yang berjalan lambat. Apabila ada faktor lain yang menghambat seperti arus yang kencang, maka kecepatan perahu dapat ditambah sesuai dengan tanda dari si pengamat yang berada di belakang perahu. Peneliti akan mengamati beberapa objek sepanjang daerah yang dilewati dan persentase penutupan karang hidup (karang keras dan karang lunak) dan karang mati. Data yang diamati dicatat pada tabel data dengan menggunakan nilai kategori atau dengan nilai persentase bilangan bulat. Untuk tambahan informasi yang menunjang pengamatan, dapat pula memasukkan penutupan pasir, patahan karang, objek lain (Tridacna, Diadema dan Acanthaster) sebagai objek yang diamati, semua tergantung tujuan penelitian yang telah ditetapkan.

Peralatan yang digunakan dalam metode Manta Tow ini adalah kaca mata selam (masker), snorkel, fin, perahu motor minimal 5 PK, papan manta yang berukuran panjang 60 cm, lebar 40 cm dan tebal dua cm, tali yang panjang 20 m dan berdiameter satu cm, pelampung kecil, alat tulis bawah air, stop watch dan GPS.
Kelebihan
1.Daerah yang luas dapat di survei dalam waktu yang singkat
2.Metodenya sederhana dan mudah dipraktekkan
3.Biaya yang dibutuhkan tidak begitu mahal
4. Peneliti tidak terlalu lelah untuk survei areal yang luas

Kekurangan
1. Survei secara tidak sengaja bisa dilakukan pada lokasi di luar terumbu karang (pasir, perairan yg dalam.
2.Peneliti sering lupa bila terlalu banyak objek yang di ingat
3.Kemungkinan ada objek (binatang) yang terlewatkan.
4.Metode tidak cocok bila visibility rendah (kurang dari 6 m)





4. METODA TRANSEK SABUK (BELT TRANSECT)
Transek sabuk digunakan untuk mengambarkan kondisi populasi suatu jenis karang yang mempunyai ukuran relatif beragam atau mempunyai ukuran maksimum tertentu misalnya karang dari genus Fungia. Metoda ini bisa juga untuk mengetahui keberadaan karang hias (jumlah koloni, diameter terbesar, jumlah jenis) di suatu daerah terumbu karang.
Panjang transek yang digunakan ada 10 m dan lebar satu m, pengamatan keberadaan karang hias yang pernah dilakukan oleh lembaga ICRWG (Indonesia Coral Reef Working Group) menggunakan panjang transek 30 m dan lebar dua meter (satu m sisi kiri dan kanan meteran transek). Pencatatan dilakukan pada semua individu yang menjadi tujuan penelitian, yang berada pada luasan transek.
Kelebihan
1. Pencatatan data jumlah individu lebih teliti
2. Data yang diperoleh mempunyai akurasi yang cukup tinggi dan dapat mengambarkan struktur populasi karang

Kekurangan
1.Membutuhkan keahlian untuk mengidentifikasi karang secara langsung dan dibutuhkan penyelaman yang baik
2.Waktu yang dibutuhkan cukup lama

Metode lain yang merupakan pengembangan dari metode sabuk (belt transect) dan juga digunakan peneliti saat ini adalah video belt transect, metode ini menggunakan video untuk merekam sepanjang transek dan luasan yang dilalui.
Kemudian hasil rekaman diputar ulang untuk pencatatan dan identifikasi jenis karang untuk mendapatkan persentase karang hidup dan kriteria lain seperti pada metoda yang lainnya. Keuntungan metode ini, waktu kerja di laut bisa lebih efisien,
tidak membutuhkan tenaga dan biaya banyak. Hanya saja peralatan underwater video yang masih tergolong mahal bagi peneliti di Indonesia.

DAFTAR ACUAN
English S., C. Wilkinson & V. Baker. 1994. Survey manual for tropical marine resources. ASEAN-Australia Marine Science Project: Living Coastal Resources.
Suharsono, 1994. Metode penelitian terumbu karang. Pelatihan metode penelitian dan kondisi terumbu karang. Materi Pelatihan Metodologi Penelitian Penentuan Kondisi Terumbu Karang: 115 hlm.
Suharsono, 1996. Jenis-jenis karang yang umum dijumpai di perairan Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembagan Oseanologi. Proyek penelitian dan Pengembangan daerah Pantai: 116 hlm.
Sukmara, A., A.J. Siahainenia & C. Rotinsulu. 2002. Panduan Pemanta


kelompok 2
1.jatmiko basuki
2.didik hariyanto
3.yosef f.s.

Sabtu, 18 April 2009

Riset Lanjutan

“Bahaya Merokok”

Semua orang dimana saja baik yang hidup di negara industri maju seperti di belahan Utara bumi Canada sampai di belahan Selatan seperti Australia, atau di negara berkembang seperti di tanah air mulai dari Sabang di ujung Timur sampai dengan Merauke di p.Papua di ujung Barat Nusantara; sama-sama mengenal adanya pesan kesehatan mengenai betapa berbahaya resiko kebiasaan merokok bagi kesehatan. ” Merokok dapat menyebabkan penyakit kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin “.


Namun kebanyakan orang mengabaikan begitu saja peringatan: public warning seperti; bahaya merokok bagi kesehatan, minuman beralkohol, bahaya kegemukan akibat makan junk-food yang berlebihan. Begitulah adanya persistensi : “bad habits die hard”. Masih saja kebanyakan perokok tetap melampiaskan kebiasaan merokok tanpa mengenal tempat dan waktu sekalipun di kebanyakan negera di dunia, termasuk di Indonesia, telah diberlakukan larangan batasan merokok di tempat-tempat umum. Sejak bertahun-tahun sulitnya mengakhiri kebiasaan buruk merokok telah menjadi perhatian riset penelitian ilmuwan di seluruh dunia, baik yang menyangkut bidang kajian perilaku / “behavioural science” hingga teknologi kedokteran dengan riset lanjutan dengan kajian rinci hingga pengaruh nikotine pada sel jaringan otak manusia.


Studi terkini mengenai kebiasaan merokok hingga beresiko impotensi bagi kaum pria —”disfunction erection”— ditunjukkan dalam penelitian the Australian Study of Health and Relationships akhir Desember 2006 yl. Semakin berat berkebiasaan merokok yang ditunjukkan dengan semakin banyak jumlah rokok yang dihisap, maka semakin tinggi resiko mengalami kejadian impotensi.


Secara garis besar 1 dari 10 orang berkebiasaan merokok dalam setahun terakhir mengaku mengalami problem ereksi. Hasil yang diperoleh dari penelitian atas lebih dari 8000 pria berusia antara 16 s/d 59 tahun. Jumlah Perokok adalah sejumlah 1/4 dari seluruh responden. Rinci temuan memperlihatkan, bahwa kalangan yang berkebiasaan merokok kurang dari 20 batang rokok per hari dilaporkan 24% mengalami gangguan disfungsi ereksi. Angka tersebut berlipat menjadi 39% pada kalangan yang gemar merokok lebih dari satu pak (20 btg) rokok. Para peneliti pun, mengamati bahwa usia yang lebih tua dan adanya penyakit gangguan jantung pun agaknya berkaitan dengan lebih besarnya persentase gangguan ereksi di atas.


Dalam penelitian “Woman Health Australia” yang berjangka waktu periode 10 tahunan (1996-2006) dengan telaah fokus kajian pada masalah kesehatan untuk gender khas wanita dan penuaan pada wanita pun memperoleh hasil yang berkenaan dengan pandangan atas bahaya merokok di kalangan wanita Australia. Riset skala besar serta komprehensif yang mencakup lebih dari 30.000 wanita warga negara Australia menunjukkan, bahwa di kalangan wanita kebiasaan buruk merokok pun secara konsisten terhitung sebagai “salah satu musuh besar” disamping “musuh terbesar no: 1″ yakni; obesitas / obesity yang berkorelasi dengan resiko terkena penyakit serangan jantung, hipertensi, asma, arthritis, osteoporosis, dan diabetes; yang seluruhnya tergolong sebagai penyakit de-generatif yang gejala kemunculannya biasanya lebih meningkat sesuai dengan semakin meningkatnya usia seseorang. Namun dalam sajian penelitian Prof. Julie Byles dari Universitas Newcastle, mengungkapkan suatu temuan menggembirakan, bahwa terjadi trend penurunan persentase perilaku merokok dalam setiap himpunan group kalangan muda usia wanita di Australia.


Mengenai betapa sulitnya orang menghilangkan suatu perilaku buruk, semisal merokok sebagai suatu lifestyle habits, Penelitian terkini oleh Assist-Prof Jardine dari Universitas Alberta, Edmonton - Canada mengungkapkan jawaban tersendiri. Penelitiannya dengan mengolah survey penelitian yang berkenaan atas persepsi seseorang terhadap atas apa yang diangDalam 2 penelitian perihal “risk” yang dilaksanakan terhadap 1.200 penduduk Alberta pada tahun 1994 dan 2005 didapat temuan, bahwa:
“Cigarette smoking” : merokok dipandang resiko yang berperingkat tinggi bagi manusia, yakni 53% (1994) dan 60% (2005). Resiko tinggi yang dipandang sebanding juga dialamatkan pada stress, yakni 54% (1994) dan 65% (2006).


Sebagai perbandingan bahaya berkaitan dengan lingkungan hidup —semisal kontaminasi kimiawi atau pun kerusakan lapisan ozon— dipandang tidak tergolong resiko berbahaya tinggi.
Dalam premise Jardine sebagai jawaban atas betapa sulitnya menghapuskan kebiasaan merokok; “bad habits die hard” seperti yang biasa diunjukkan sepanjang masa diantara kaum perokok berat engan “excuse” dalam ungkapan seperti :
“… Toh merokok sejauh ini tidak membuat jatuh sakit hingga kini”
-atau pun-
“… Merokok adalah bagus untuk mengontrol stress atau bahkan berat badan”.


Semuanya sesungguhnya adalah semacam pola pikir seseorang untuk bersikeras tidak mau menyadari apa yang sebenarnya tidak baik untuk terus dilakukan. Dengan demikian muncul pikiran guna merasionalisasi untuk pembenaran kebiasan buruk diri sendiri. Lebih lanjut diungkapkan, bahwa sampai sisi psikologi yang melatarbelakangi resiko atas suatu perilaku benar-benar dapat dimengerti, maka orang tidak akan menyerah diri guna merubah perangai buruknya, semisal kebiasaan merokok. Ass-Prof Jardine menyarankan agar dimunculkan figur “risk communicator” yang berdampingan dengan para peneliti ketika bermaksud untuk berbicara dihadapan orang yang menjadi target dalam penyampaian pesan-pesan guna melaksanakan perubahan perilaku.


http://johanfirdaus.zo-ka01.com/2008/12/riset-terkini-

perihal-merokok-bad-habits-die-hard/


Kelompok 4
1. M. Tamami
2. A. Khoirul Hidayat



STUDI KASUS

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perpustakaan sebagai salah satu sarana pembelajaran dapat menjadi sebuah kekuatan untuk mencerdaskan bangsa, sekaligus menjadi tempat yang menyenangkan dan mengasyikkan. Meski hasilnya tidak dapat dirasakan dengan segera, mengelola dan mengembangkan perpustakaan sama halnya dengan human investment dan memperkuat modal sosial. Dengan memposisikan institusi dan sumber pembelajaran maka kekuatan untuk mencapai posisi strategis dan berkompetisi semakin besar (Kompas, 15 Mei 2002). Pendapat ini didukung oleh Fuad Hassan (2004) yang mengatakan bahwa perpustakaan adalah pusat pembelajaran (learning center) yang berfungsi sebagai agen perubahan sosial yang meningkatkan kualitas kehidupan dengan memenuhi kebutuhan informasi masyarakat.

Hal ini diperjelas dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam Bab Ketentuan Umum Pasal 1 Butir 10-13 yang menegaskan bahwa satuan pendidikan nasional adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, informal, dan nonformal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

Perpustakaan, dalam hal ini perpustakaan perguruan tinggi adalah suatu institusi yang melekat pada jalur pendidikan formal yang berfungsi untuk menunjang kegiatan belajar-mengajar di universitas, akademi, maupun sekolah tinggi lainnya. Line mengatakan bahwa sebuah universitas yang baik tidak hanya dilihat dari seberapa banyak jumlah peneliti dan kaum intelektualnya; seberapa besar jumlah departemen yang memiliki reputasi nasional dan internasional, tetapi juga dilihat dari perlengkapan dan fasilitas yang dimiliki termasuk labolatorium yang lengkap dan sebuah perpustakaan yang baik (1990:15). Pandangan ini dipertegas kembali oleh Hardesty yang menyatakan bahwa perpustakaan merupakan jantung dari sebuah universitas. Semua universitas yang bereputasi tinggi biasanya memiliki investasi sumber daya pengetahuan yang tinggi (1991:1).

Dalam Peraturan Pemerintah No.30 Tahun 1990 tentang pendidikan tinggi, pembahasan mengenai perpustakaan dimuat dalam Pasal 27 Butir 7 Angka 10; Pasal 34 Ayat 2; Pasal 55 Ayat 1; Pasal 69 Ayat 1; Pasal 82 Ayat 1; Pasal 95 Ayat 1, yang pada dasarnya menyatakan bahwa perpustakaan ialah unsur penunjang yang perlu ada pada semua bentuk perguruan tinggi, mulai dari universitas, institut, sekolah tinggi, politeknik, dan akademi (Septiyantono, 2003: 11). Bagi suatu perguruan tinggi perpustakaan merupakan sarana yang penting bagi setiap program pendidikan dan pengajaran maupun penelitian. Tanpa perpustakaan yang baik, mustahil perguruan tinggi dapat menjalankan fungsinya. Koleksi yang disediakan harus sesuai dengan kebutuhan pengguna. Oleh karena itu pustakawan perguruan tinggi wajib mengetahui semua program studi yang dilaksanakan baik pada tingkat jurusan, fakultas serta jenjang pendidikan yang diselenggarakan baik diploma, sarjana, magister, doktor dan yang memiliki kebutuhan informasi berbeda (Perpustakaan Nasional RI, 1998:1).

Dalam Buku Pedoman Umum Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dijelaskan bahwa perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan yang berada dalam suatu perguruan tinggi yang merupakan unit penunjang perguruan tinggi yang bersangkutan dalam mencapai tujuannya. Pengertian perpustakaan perguruan tinggi adalah unit-unit perpustakaan yang tergabung dalam lingkungan lembaga pendidikan tinggi baik perpustakaan departemen, fakultas, hingga universitas (Perpustakaan Nasional RI, 1998: 4).
Menurut Septiyantono, tujuan perpustakaan perguruan tinggi adalah:

1. Memenuhi keperluan informasi pengajar dan mahasiswa.
2. Menyediakan bahan literatur rujukan pada semua tingkat akademis.
3. Menyediakan jasa peminjaman serta jasa informasi aktif bagi pemakai (2003: 11).

Perpustakaan perguruan tinggi berfungsi untuk menyediakan informasi yang diperlukan oleh lembaga induknya untuk mendukung kegiatan riset dan dan akademik (Nera, 1993:2). Kualitas pendidikan dan riset di lembaga perguruan tinggi bergantung antara lain pada kemampuan perpustakaannya (Roesma, 1992:1). Sementara itu, Fowler mengatakan bahwa perpustakaan adalah institusi pembelajaran yang melahirkan inovasi-inovasi. Oleh karena itu, perpustakaan haruslah bersifat proaktif dengan terus meningkatkan kualitas dan efisiensinya karena tantangan pada tingkat perguruan tinggi adalah kompetisi (1998: 223).

Akan tetapi banyaknya jumlah koleksi sebuah perpustakaan perguruan tinggi bukan menjadi tolak ukur yang paling utama bagi idealnya sebuah perpustakaan perguruan tinggi. Dalam hal ini Ratcliffe membedakan large library dan great library. Bagi Ratcliffe perpustakaan yang memiliki jumlah koleksi yang besar (large library) bukan faktor yang menentukan dalam hal pemanfaatan koleksi perpustakaan. Besarnya nilai koleksi perpustakaan (great library) dalam artian koleksi memiliki relevansi dengan kebutuhan pengguna adalah faktor utama yang akan menentukan tingkat pemanfaatan koleksi oleh sivitas akademika (1980:7). Kriteria yang paling fundamental bagi perpustakaan perguruan tinggi adalah koleksi memenuhi kebutuhan informasi primer penggunanya (ALA, 1990). Relevansi koleksi dengan kebutuhan informasi di lingkungan perguruan tinggi adalah sebuah desain konseptual yang mengarah pada terbentuknya koleksi inti (core collection). Oleh karena itu, perpustakaan harus memahami kebutuhan informasi sivitas akademika, yakni bahan literatur apa yang secara faktual dibaca (in fact read) dan apa yang seharusnya dibaca (ought to read) (Saunders, 1983: 10).

Kajian mengenai pemanfaatan koleksi dapat diarahkan pada dua hal, yang pertama adalah evaluasi pengguna perpustakaan sedangkan yang kedua adalah evaluasi koleksi itu sendiri. Mengenai hal ini, Tanner mengatakan bahwa evaluasi koleksi dapat bersifat client-centred (berorientasi kepada pengguna) berdasarkan tingkat pemanfaatan dan collection-centred (berorientasi pada koleksi) berdasarkan koleksi aktual. User-centred mencakup metode kajian sirkulasi, analisis sitasi, penggunan koleksi dalam ruangan, dan survai pengguna, sedangkan collection-centred meliputi metode penggunaan standar dan analisis statistik (1995:17). Akan tetapi, sebaiknya penilaian terhadap koleksi menggunakan kombinasi teknik yang beorientasi pada pemakai (client-centered technique) dan teknik yang berorientasi pada koleksi (collection-centered technique) agar hasilnya lebih akurat (IFLA, 2001: 4).

Dalam sebuah perguruan tinggi, perpustakaan fakultas didesain untuk untuk memperluas layanan perpustakaan universitas. Faktor-faktor yang mempengaruhi perlunya perpustakaan fakultas antara lain adalah misi dari lembaga induk, faktor geografi kampus, kondisi finansial, harapan pengguna, dan tuntutan eksternal lainnya. Pada saat yang bersamaan, perpustakaan fakultas harus terintegrasi dalam perpustakaan pusat universitas dalam melayani komunitas akademik. Perpustakaan fakultas tidak perlu memiliki jenis layanan yang sama, akan tetapi harus memiliki standar layanan yang sama dengan perpustakaan pusat universitas (ALA, 1990).

Salah satu tugas Perpustakaan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI adalah menyediakan bahan literatur, fasilitas penggunaan literatur serta akses ke perpustakaan lain melalui fasilitas teknologi informasi yang mendukung pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar mahasiswa di lingkungan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI khususnya untuk bidang Linguistik. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya yang sebelumnya bernama Fakultas Sastra sejak awal didirikan untuk mengakomodasi program-program kebahasaan. Meskipun dalam perjalanannya muncul program-program baru seperti Ilmu Perpustakaan dan Filsafat, kajian Linguistik tetap menjadi spesialisasi program pendidikan di lingkungan FIB. Kondisi ini menimbulkan perhatian yang lebih terhadap kualitas koleksi bidang Linguistik di Perpustakaan FIB. Mengingat pentingnya penting kualitas koleksi perpustakaan dalam mempengaruhi kegiatan akademik yang sedang berjalan, maka perlu dilakukan suatu tinjauan koleksi bidang Linguistik
Yang menjadi permasalahan saat ini adalah sulitnya memperkirakan kondisi koleksi buku di tiap-tiap perpustakaan. Walaupun dapat diketahui kekuatan dan kelemahan koleksi suatu perpustakaan, pandangan tersebut masih bersifat subjektif. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka diperlukan evaluasi koleksi yang terus menerus. Evaluasi adalah tahap akhir dalam suatu kegiatan menajemen yang memiliki peran vital dalam menentukan berhasil atau tidaknya sistem yang telah diterapkan. Oleh karena itu, evaluasi koleksi sangat penting dalam suatu perpustakaan guna mengetahui kekuatan yang ditandai dengan kedalaman, keluasan, dan kelengkapan koleksi buku sekaligus untuk mengetahui kelemahan koleksi buku.

Salah satu metode evaluasi koleksi adalah conspectus, yakni sebuah metode evaluasi dengan memberikan penilaian koleksi berdasarkan area subjek. Masing-masing area subjek menggambarkan informasi mengenai alasan untuk penyimpanan koleksi sekaligus menjadi sebuah deskripsi koleksi yang ada (Matheson, 2004).

Metode conspectus merepresentasikan sebuah proses penilaian koleksi sebagai bagian dari rangkaian kegiatan manajemen perpustakaan khususnya yang terkait dengan alokasi pengadaan bahan perpustakaan. Cakupan yang bisa diperoleh dengan metode ini antara lain, penyusunan kebijakan pengembangan koleksi, alokasi ruang penyimpanan, penentuan prioritas preservasi, alokasi staf, efisiensi anggaran, akreditasi, penerapan prioritas pengolahan, serta untuk pembuatan proposal pendanaan (Ferguson, 1987: 23). Peran metode conspectus dalam evaluasi koleksi adalah memacu efektivitas fungsi perpustakaan yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Metode conspectus adalah salah satu pendekatan dalam evaluasi koleksi;
2. Evaluasi koleksi adalah salah satu unsur dalam kebijakan pengembangan koleksi;
3. Kebijakan pengembangan koleksi adalah panduan yang mengarahkan fungsi perpustakaan agar koleksinya sesuai dengan misinya serta kebutuhan informasi penggunanya. (IFLA, 2001: 1-3).

Richard Wood menjelaskan bahwa dalam metode conspectus, evaluasi dilakukan dengan menggunakan lembar kerja (worksheet) dengan kolom yang berisi daftar deskriptor subjek yang menggunakan skema klasifikasi, misalnya Library of Congress Subject Heading (LCSH) untuk subjek yang lebih spesifik. Kolom tambahan pada lembar kerja berisi penilaian kekuatan koleksi dan intensitas koleksi dengan menggunakan skala penilaian. Pada beberapa perpustakaan menyertakan kekuatan koleksi yang diharapkan (desired collection strength). Beberapa tahapan penerapan metode ini adalah pengecekan bibliografi, menghitung jumlah daftar judul, wawancara dengan staf pengajar tentang isi koleksi dan tingkat koleksi yang diharapkan, survei pengguna, analisis sirkulasi, dan data statistik lainnya (Wood, 1992 :2-3). Dalam aplikasi penelitian ini, penulis menggunakan Western Library Network (WLN) Conspectus Manual di mana tahap-tahap penelitian meliputi pencatatan jumlah judul yang disertai pengarang, tahun terbit, dan penerbit, hasil penilaian area subjek oleh evaluator luar, dan analisis kekuatan dan kelemahan koleksi.

1.2 Batasan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi koleksi Perpustakaan FIB UI bidang Linguistik Umum dengan menggunakan metode conspectus. Penelitian ini dibatasi pada koleksi buku karena koleksi selain buku seperti jurnal dan sumber informasi elektronik masih terbatas dalam mendukung koleksi inti perpustakan bidang Linguistik Umum sehingga penilaian dengan menggunakan metode conspectus tidak dapat dilakukan. Dalam penelitian ini, disiplin ilmu Linguistik diuraikan berdasarkan standar klasifikasi Dewey berada pada kelas 410-419. Bidang Linguistik dijadikan sebagai objek penelitian oleh karena sifatnya yang lebih umum sehingga memudahkan untuk dasar perbandingan dengan perguruan tinggi lain dalam analisis kekuatan dan kelemahan koleksi bidang Linguistik.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendeskripsikan koleksi buku bidang Linguistik di Perpustakaan FIB UI.
2. Menganalisis koleksi buku dengan metode conspectus untuk bisa dikembangkan sebagai salah satu model evaluasi koleksi perpustakaan perguruan tinggi.
3. Melakukan pemetaan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan koleksi buku bidang lingustik yang dimiliki oleh perpustakaan FIB UI.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi:
a. Akademik
Penelitian ini dilakukan untuk memperkaya khasanah Ilmu Perpustakaan khususnya yang terkait dengan penggunaan metode yang berorientasi koleksi (collection-based technique) dalam evaluasi koleksi.
b. Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dasar bagi terwujudnya standar untuk menilai kekuatan dan kelemahan koleksi buku sebagai indikator intensitas koleksi buku berdasarkan kaidah dan aturan yang berlaku secara umum.

1.5 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejernih mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti (Kountur, 2002: 53). Metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara tepat suatu keadaan, gejala atau topik tertentu, atau untuk menentukan frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dengan gejala lainnya (Koentjaraningrat, 1991: 29). Pada penelitian tipe ini mungkin sudah ada hipotesa-hipotesa, mungkin belum, bergantung dari sedikit banyaknya pengetahuan tentang masalah yang bersangkutan (Koentjaraningrat, 1991: 2).

1.6 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mempunyai keterbatasan yaitu bahwa hasil penelitian hanya menggambarkan keadaan koleksi Linguistik di Perpustakaan FIB UI, sehingga hasilnya tidak dapat digeneralisasikan.

1.7 Definisi Istilah

Acquisition Commitment (AC)adalah tingkat pertumbuhan koleksi. AC merefleksikan level aktivitas aktual mengenai sejauh mana koleksi berkembang, dan bukan level yang direkomendasikan dalam kebijakan pengembangan koleksi.

Collection Goal (CG) adalah indikasi kebutuhan informasi aktual dan kebutuhan informasi yang dapat diantisipasi berdasarkan misi, program, dan pengguna perpustakaan. Indikator pada kegiatan ini merefleksikan penambahan atau penghapusan kurikulum yang mendorong perubahan prioritas pengembangan koleksi pada perpustakaan.

Conspectus adalah seperangkat kode standar, alat, survai yang digunakan untuk memberikan penilaian koleksi secara sistematis (WLN Collection Assessment Manual 4th, 2001: 13).

Current Collection (CCL) adalah tingkat kekuatan koleksi relatif dalam suatu area subjek tertentu. Kekuatan koleksi meliputi seluruh bahan literatur dalam berbagai format, seperti monograf, jurnal, mikroform, bahan audio-visual, peta, realia, dan lain sebagainya. Termasuk juga bahan literatur yang dikatalog maupun yang tidak dikatalog koleksi khusus yang tidak disirkulasikan serta koleksi yang disirkulasikan. Penilaian CL mendeskripsikan sumber daya perpustakaan secara menyeluruh.

Current Collection Intensity (CCI) adalah keadaan koleksi aktual yang menggambarkan tingkat pertumbuhan koleksi (Griffith University Library, 1997).
Desired Collection Intensity (DCI) adalah tingkat koleksi yang diharapkan untuk memenuhi kebutuhan informasi pengguna dalam kaitannya dengan daya dukung perpustakaan untuk mengantisipasi perubahan kurikulum atau aktivitas penelitian (Griffith University Library, 1997).

Existing Collection Strength (ECS) adalah keseluruhan koleksi yang dimiliki perpustakaan dalam berbagai format, termasuk yang dikatalog dan tidak dikatalog serta yang disirkulasikan dan tidak disirkulasikan. ECS menggambarkan tingkat aktivitas pengembangan koleksi aktual dan bukan aktivitas pengoleksian yang direkomedasikan (Griffith University Library, 1997).

Evaluasi Koleksi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebuah proses untuk menentukan kesesuaian koleksi yang dimiliki perpustakaan dengan misi perpustakaan serta kebutuhan pengguna. Informasi yang diperoleh dari aktivitas ini kemudian dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan bagi manajemen perpustakaan (WLN Collection Assessment Manual, 1992:13).

Koleksi adalah kumpulan buku atau bahan literatur lainnya yang terdiri dari satu subjek atau lebih, atau bahan literatur yang sejenis atau lebih dari satu jenis, yang dikoleksi oleh seseorang maupun organisasi (Prytherch, 1990 :174).

Penilaian Koleksi (Collection Assessment) adalah suatu proses yang terorganisasi dan sistematis untuk menggambarkan dan menganalisis koleksi perpustakaan dengan menggunakan pengukuran kuantitatif dan kualitatif. Penilaian koleksi dilakukan berdasarkan pendekatan deskriptif mengenai informasi seputar tingkat (level) dan format suatu subjek yang tersedia. Penilaian koleksi merupakan suatu penjelasan deskriptif keluasan, usia, cakupan, bahasa, dan format koleksi. Deskripsi disajikan dalam bentuk statistik dengan indikator kode-kode (WLN
Collection Assessment Manual, 1992:13).

Perpustakaan Fakultas adalah unit perpustakaan di mana administrasi, koleksi, dan staf pengelola secara fisik terpisah dengan unit perpustakaan lain. Yang termasuk dalam perpustakaan fakultas adalah: 1) perpustakaan dengan koleksi dan layanan ditujukan untuk memenuhi satu atau dua disiplin ilmu. 2) Perpustakaan dengan koleksi dan layanan ditujukan untuk memenuhi beberapa subjek yang saling berkaitan (ALA, 1990).

Perpustakaan Perguruan Tinggi adalah perpustakaan yang terdapat pada perguruan tinggi, badan bawahannya, maupun lembaga yang berafiliasi dengan perguruan tinggi dengan tujuan utama membantu perguruan tinggi mencapai tujuannya. Tujuan perguruan tinggi di Indonesia dikenal dengan Tri Dharma yakni fungsi penelitian, pendidikan, dan pengabdian masyarakat. Perpustakaan perguruan tinggi termasuk di dalamnya perpustakaan jurusan, bagian, fakultas, universitas, institut, sekolah tinggi, politeknik, akademi, maupun perpustakaan nongelar (Sulistyo-Basuki, 1991:51).

kelompok 1 :
1. Andri Arifianto
2. Abdul Ghofar
3. Riwut Eko Wulandari

Riset Pengembangan

1. Riset ini bertugas mencek kembali hasil penelitian terapan yang telah diperoleh di suatu daerah atau negara, apakah cocok ataukah tidakAtau apakah harus diadakan variasi guna menyesuaikan dengan kondisi yang baru.
.

2. Bentuk riset ini biasanya merupakan pilot proyek. Bahan penelitian dibuat kecil saja, hingga benar-benar kondisi-kondisi intern dan ekstern dapat dikuasai, atau diselidiki pengaruhnya.
.

3. Suatu contoh, misalnya ialah percobaan adaptasi jenis-jenis padi PB yang telah diketemukan di Los Banhyos, Philipina, di beberapa daerah di Indonesia. Mula-mulanya dicobakan di daerah Bogor, kemudian barulah disebarkan kedaerah-daerah.

.

Ini salah satu contoh dari Riset Pengembangan :

.

Institut Riset dan Evaluasi Ganesha (IREG) / Ganesha Evaluation and Reseach Institute, (GERI) adalah suatu lembaga profit di bawa naungan Yayasan Pendidikan Ganesha yang bekerja secara professional dalam bidang riset dan evaluasi tentang kajian pendidikan, ekonomi, sosial budaya, politik dan teknologi baik dalam lingkup lokal, provinsi, regional, nasional maupun lingkup internasional. Kehadiran IREG dalam bidang tersebut bertujuan untuk :

.

1. Memberi klarifikasi dan solusi akademis tentang problematika dalam berbagai jenis kajian;

2. Membantu bagi pengambil kebijakan dalam menyusun dan melaksanakan program-program sesuai dengan kepentingan berbagai jenis kajian;

3. Bertukar data dan informasi hasil riset dan evaluasi antara ahli dan praktisi di lingkungan lokal, provinsi, regional, nasional dan internasional;

4. Mempublikasikan hasil riset dan evaluasi dari berbagai kajian;

5. Mengembangkan konsep-konsep dasar berbagai jenis kajian berdasarkan hasil riset dan evaluasi

.

Ruang lingkup kegiatan program IREG meliputi :

.

1. Riset dan evaluasi tentang masalah pendidikan sekolah umum tingkat pendidikan dasar dan menengah;

2. Riset dan evaluasi tentang masalah pendidikan nonformal

3. Riset dan evaluasi tentang pendidikan akademi, perguruan tinggi, dan universitas;

4. Riset dan evaluasi tentang masalah pendidikan guru dan tenaga kependidikan;

5. Riset dan evaluasi tentang masalah sosial budaya;

6. Riset dan evaluasi tentang masalah politik;

7. Riset dan evaluasi tentang teknologi.

.

LINGKUP RISET PENGEMBANGAN PRODUK

.

Riset Penggalian Ide Produk Baru


Riset Pengujian Konsep Produk


Riset Pengujian Kelayakan Bisnis


Tujuan :
Mencari bentuk atau jenis produk yang sama sekali baruMencari feature, atribut atau manfaat baru dari produk yang ada.Jenis riset : Exploratory


Metode riset : Focus Group Discussion


S : Substitute
C : Combine
A : Adapt
M: Modify
P : Put to another use
E : Eliminate
R : Reverse


Konsep : spesifikasi produk, gambar, foto, prototipe produk.


Tujuan riset :


Mengetahui reaksi dan pandangan konsumen mengenai produkMemperkirakan prospek pemasaran dan segmen pasarMengetahui kelemahan konsep produk sebagai input bagi pengembangan selanjutnyaMemilih konsep produk terbaik


Focus Group


Pengukuran Sikap (attitude measurements) – Likert


Usage Test :


Blind usage testIdentified usage test


Brand Name Test :


Pronounciation Test

Memory Test

Meaning Test

(Brand Extention Test)

Packaging Test


Atribut kemasan : warna, material, logo, bentuk, berat, ukuran, tata letak & format tulisan.

Tujuan Test : Menguji apakah kemasan


Sudah sesuai dengan bentuk & sifat produkMudah diingat dan enak dilihat


Association Test : bentuk, warna, logo / symbolRecognition TestUsage Test : Kemudahan
Kecocokan


Tujuan : memperkirakan tingkat penjualan dan laba


Teknik : Tes Pasar (Market Test


Market Test : riset eksperimen yang dilakukan secara terbatas pada pasar terpilih.


Syarat Lokasi Riset :


Pasar tidak didominasi oleh suatu perusahaan.Situasi persaingan mirip dengan situasi persaingan tingkat nasionalProfil demografi cukup representatif bagi produk yang diuji Pasar tidak terlalu besar atau terlalu kecil


Volume dan nilai penjualan


Pangsa pasar pada lokasi riset


Tingkat keuntungan


Sikap dan perilaku konsumen


Efektivitas strategi pemasaran : diskon, iklan dll.


Tingkat persediaan pengecer


Harga grosir dan eceran


Kelancaran saluran distribusi

kelompok 3

1. Anang Agus Siswandy

2. Zainal Abidin

3. Moch. Rizki Fadillah

SAMBIL BELAJAR DENGERIN MUSIK